
Garda.co.id, Samarinda – Pengurangan ketimpangan merupakan salah satu dari tujuh belas tujuan pembangunan berkelanjutan Perserikatan Bangsa-Bangsa (SDG 10). Namun hal ini banyak yang belum diketahui oleh berbagai pihak. Perlu diketahui Indonesia dengan keberagaman budaya dan letak geografisnya menghadapi tantangan kompleks dalam mencapai kesetaraan dan inklusivitas.
Upaya dalam mengatasi masalah ketimpangan yang masih ada saat ini. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) mengeluarkan Laporan Diagnostik Ketimpangan pertama untuk Indonesia pada 14 November 2023 bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS).
Untuk diketahui, kegiatan ini mendapat dukungan dari Agence Française de Développement (AFD) dan didanai oleh Fasilitas Penelitian Uni Eropa tentang Ketimpangan (perpanjangan). Ini adalah bagian dari Perpanjangan Fasilitas Penelitian tentang Ketimpangan yang dikoordinasikan oleh AFD dan didanai oleh Uni Eropa. Perpanjangan ini akan berkontribusi pada pengembangan kebijakan publik yang bertujuan mengurangi ketimpangan di empat negara yaitu Afrika Selatan, Meksiko, Kolombia, dan Indonesia selama periode 2021-2025.
Laporan ini untuk mengukur dan menyoroti ketimpangan di Indonesia di berbagai sektor. Antara lain, sektor ekonomi, pekerjaan, sosial, infrastruktur fisik, gender, dan aspek spasial. Pada 14 November 2023 silam LPEM FEB UI telah mengadakan diseminasi utama untuk laporan Diagnostik Ketimpangan di Indonesia. Nah, setelah itu, mereka melanjutkan diseminasi di tingkat lokal. Dari beberapa daerah yang sudah terselenggara, mereka bergeser ke Kaltim. Presentasi itu berlangsung di Swiss Belhotel, pada Selasa (23/7).
Acara ini bertujuan untuk memperkenalkan temuan utama dari laporan kepada pemangku kepentingan, ahli, LSM lokal, dan lembaga penelitian. Tim LPEM FEB UI mempresentasikan temuan dari laporan diagnostik kemudian diikuti dengan komentar dan rekomendasi dari beberapa ahli yang hadir, salah satunya adalah Dr. Zainal Abidin, S.E., M.M, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Mulawarman. Tujuan dari diseminasi ini adalah untuk mendorong diskusi terbuka tentang ketimpangan di Indonesia dan menambahkan perspektif lokal untuk merancang intervensi kebijakan yang efektif di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, khususnya di Kaltim.
Sesi dimulai dengan presentasi dari Kepala Kelompok Penelitian Perlindungan Sosial dan Tenaga Kerja di LPEM FEB UI. Muhammad Hanri, Sesi ini membahas temuan utama dari laporan Diagnostik Ketimpangan di Indonesia dan dinamika di Kaltim. Studi ini menemukan bahwa, serupa dengan trend nasional, tingkat ketimpangan di Kaltim sedikit menurun dalam satu dekade terakhir. Namun, ini disebabkan melambatnya pengeluaran per kapita rumah tangga berpenghasilan tinggi daripada peningkatan rumah tangga yang berpenghasilan rendah.
“Dalam aspek tenaga kerja, tantangan yang sama yang dihadapi di tingkat nasional. Lulusan SMK juga memiliki persentase tingkat pengangguran yang lebih tinggi dibandingkan dengan latar belakang pendidikan lainnya, di tengah berbagai program utama pemerintah di bidang vokasi,” ungkapnya.
LPEM FEB UI mengumpulkan pejabat pemerintah, akademisi, dan pihak non-pemerintah untuk membahas akar masalah dan mendapatkan solusi yang layak bagi pemerintah daerah untuk mengambil tindakan ketimpangan. Dari sesi ini menghasilkan Rekomendasi untuk menjadi dasar bagi kebijakan yang lebih inklusif untuk menurunkan angka ketimpangan saat ini. Dipenghujung sesi, Muhammad Hanri merekomendasikan beberapa kebijakan untuk mengatasi ketimpangan di Indonesia.
“Yakni, memperluas layanan dasar bagi rumah tangga di kuintil bawah melalui program bantuan sosial yang mencakup memperluas program yang ada dan meningkatkan efektivitas program-program tersebut, memfasilitasi formalisasi kegiatan ekonomi mengingat tingginya proporsi sektor informal di Indonesia yang menyebabkan kerentanan tinggi bagi pekerja terutama perempuan yang banyak bekerja di sektor informal, formalisasi juga akan membantu penetrasi program sosial ke dalam sektor informal, dan mendorong pengembangan industri karena Indonesia telah mengalami proses deindustrialisasi yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang relatif stagnan. Pengembangan industri sangat penting karena dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi dan menyerap bonus demografi Indonesia,” pungkasnya.