
Kita sering kali mendengar logika yang menyesatkan seputar kemacetan. Yakni, kemacetan merupakan ciri kota berkembang. Tentu kita harus melawan asumsi pesimistis tersebut. Masalah itu terjadi lantaran jumlah kendaraan yang melintas begitu banyak tapi infrastruktur jalan terlampau sempit.
Kemacetan memang sudah lama menjadi masalah kota-kota di Indonesia, tak terkecuali Samarinda. Kondisi semakin parah lantaran pengendara parkir di badan jalan yang dilarang. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk memuluskan lalu lintas. Baik dengan membangun flyover, jembatan interchange, menertibkan parkir liar, dan mengatur lalu lintas.
Melebarkan jalan dengan membebaskan lahan di jalan perkotaan terasa cukup sulit. Sebab, biayanya yang begitu mahal ditambah lagi anggaran daerah yang belakangan tidak stabil. Namun, mau tidak mau, upaya tersebut harus dilakukan. Jika membangun flyover telah dilakukan, membuat kantong parkir harus segera direalisasikan. Patut diakui, bahwa kemacetan yang ada saat ini merupakan buah dari minimnya persiapan pada masa lalu. Barangkali pemerintah kala itu tak menyangka bila daerah yang ada sekarang ini bakal berkembang dan mengakibatkan macet parah. Jalan lebar yang ada saat ini belum tentu terasa lebar puluhan tahun ke depan.
Ini jadi pekerjaan rumah bagi seluruh pemda di Kaltim. Sudahkah menyediakan kantong parkir yang layak untuk masa depan? Dalam laporan khusus Kaltim Post edisi 18 November 2015, Satlantas Samarinda mencatat hingga akhir 2014, ada 255.111 kendaraan. Sebanyak 211.737 di antaranya roda dua. Jika semua pemilik kendaraan mengeluarkan Rp 10 ribu saja sehari untuk membayar parkir, para juru parkir meraup Rp 2,5 miliar sehari.
Dengan hitungan sesederhana itu, potensi perparkiran di Samarinda dalam setahun menembus Rp 918 miliar. Bayangkan betapa besarnya duit perparkiran di Kota Tepian ini. Tentu ini menjadi peluang bagi para pengusaha properti. Tak hanya membangun ruko dan indekos, tapi melirik bisnis kantong parkir ini. Misalnya, pemilik bangunan di dekat Pasar Pagi menyulap bangunannya menjadi lahan parkir bertingkat tiga. Di dalamnya terdapat pencucian mobil dan motor serta pelayanan kelas premium lainnya dengan pengamanan berlapis.
Tentu saja bisnis kantong parkir ini tak akan mati selama Pasar Pagi masih ada. Setidaknya ada banyak titik keramaian di Samarinda yang butuh kantong parkir. Misalnya sekitar mal, pusat pertokoan atau pasar, kemudian area sekolahan.
Untuk area yang tak memungkinkan membangun gedung parkir, misalnya di depan Kantor Gubernur, lebih baik dibangun sistem komputerisasi agar duit bisa dihitung dengan fair. Kantong parkir sangat dibutuhkan di kota ini. Selain pengusaha mendulang fulus, pemerintah pun diuntungkan.
Itu lebih baik daripada potensi pendapatan asli daerah (PAD) bocor ke oknum tertentu saja. Mari menata kota dengan melibatkan pengusaha. (*/kri/far/kl5)
Tulisan ini telah terbit di Kaltim Post edisi 2 September 2016. Silakan berlangganan e-Paper Kaltim Post.