Rumah Restorative Justice Kota Samarinda Resmi Berdiri, Layanan Tidak Dipungut Biaya

Garda.co.id, Samarinda – Rumah Keadilan Restoratif atau Restorative Justice yang didirikan di kawasan Museum Samarinda baru saja diresmikan oleh Wali Kota Samarinda, Andi Harun, pada Rabu (18/5/2022). Peresmian ini juga disaksikan oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur (Kaltim), Deden Riki Hayatul Firman, Kapolresta Samarinda, Kombes Pol Ary Fadli serta Ketua DPRD Samarinda, Sugiyono.
Orang nomor satu di Samarinda ini menyebut pendirian restorative justice ini berguna untuk warga yang terkena tindak pidana kategori ringan.
“Sehingga bisa memberikan fasilitas antara pihak korban dan pelaku yang didampingi aparat penegak hukum untuk menyelesaikan suatu kasus perkara,” kata Andi Harun.
Ia mengungkapkan, keadilan restoratif yang diatur melalui Peraturan Kejaksaan (Perja) Nomor 15 Tahun 2020 semakin memberikan kepastian arah penegakan hukum dan penyelesaian perkara di luar dari lembaga Pengadilan Negeri.
Selama ini keadilan restoratif sebenarnya sudah ada sejak lama diterapkan di dunia, termasuk di Indonesia sendiri. Restorative Justice di dalam perkembangan hukum dimulai sejak di Kanada pada tahun 1972-an dengan menggunakan istilah victim of mediation.
“Hanya baru mulai dimasifkan dengan di Indonesia pola penegakan keadilan hukum,” kata Andi Harun.
Ketua DPD Partai Gerindra ini berharap adanya rumah restorative justice ini akan membantu masyarakat. Terlebih selama ini penanganan kasus perkara hukum umumnya telah memakan biaya besar. Di samping ada beberapa kategori yang bukan kepastian hukum.
“Tapi yang ingin kita capai adalah keadilan yang ingin kita capai melalui rumah restorative justice ini,” paparnya.
Terpisah kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kaltim, Deden Riki Hayatul Firman, memastikan bahwa rumah restorative justice di Museum Samarinda ini gratis dan terbuka setiap hari untuk masyarakat. Adapun kasus perkara hukum yang dapat difasilitasi rumah restorative justice ini adalah kasus tindak pidana ringan dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara atau denda Rp 2,5 juta.
“Tak ada dipungut biaya. Kalau memang ada, segera laporkan. Dilarang menggunakan uang, kalau ada laporkan. Kita ingin masyarakat tidak harus berujung penjara, dan supaya kita mengambil keputusan itu seadil-adilnya. Karena kalau para pihak sudah berdamai, mau apa lagi ke pengadilan,” tutup Deden. (Mr)