Meski Tak Sampai 1 Persen, UMK Samarinda Tetap di Atas UMP Kaltim
Garda.co.id, Samarinda – Sejak disahkan Undang-undang (UU) Cipta Kerja, untuk pertama kalinya digunakan untuk menerapkan metode perhitungan upah minimum kerja. Alhasil, para pekerja harus rela jika kenaikan nilai upah minimum sangat kecil.
Kendati demikian, setiap perusahaan atau pengusaha yang mengabaikan nilai upah minimum kerja akan dikenakan sanki pidana. Artinya, pengusaha yang abai terhadap penerapan nilai upah minimum tersebut harus siap-siap dibui dan didenda dengan nilai yang tidak sedikit.
Ketua Fraksi PDI-P DPRD Kaltim Ananda Emira Moeis menyatakan kesiapannya untuk mengawal penerapan upah mimimun tersebut. Khususnya di daerah pemilihan (dapil) tempatnya terpilih sebagai wakil rakyat, yakni di Kota Samarinda.
Ia menyebut penerapan UU Cipta Kerja memang dilematis. Di satu sisi instrumen perhitungan yang digunakan tidak lagi menjadikan tingkat inflasi sebagai acuan. Tapi di sisi lain justru angka kelayakan hidup yang dijadikan standar perhitungan. Dengan demikian, kenaikan upah minimum tidak bisa lebih tinggi dari tingkat inflasi.
Meskipun seperti itu, UU Cipta Kerja justru melindungi pekerja dengan memastikan upah minimum tersebut benar-benar diterapkan. Artinya, pengusaha atau perusahaan yang mengabaikan nilai upah minimum tersebut bisa dipidanakan.
“Poin ini yang harus kita kawal bersama. Memastikan semua pengusaha dan perusahaan dapat menjalankan dan menerapkan upah minimum tersebut. Kalau tidak tentu harus dipidana. Ini pun harus dikawal, agar laporan dan penyelesaiannya tidak mengambang,” ucap Nanda sapaannya.
Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDI-P Kaltim ini berjanji akan terus memantau penerapan nilai upah minimum tersebut jika nanti sudah benar-benar diterapkan mulai awal tahun 2022.
Sebagai lembaga yang fungsinya mengawasi jalannya pemerintahan, dia mengaku berkewajiban ikut memastikan pekerja di Kaltim dan Samarinda khususnya benar-benar menerima upah layak sesuai standar.
“Aturan ini jangan hanya sampai di atas kertas. Yang penting harus benar-benar diterapkan,” ungkapnya.
Diketahui, tahun ini kalangan buruh kembali gigit jari. Rencana adanya kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) tahun depan memang tidak salah, namun persentasenya tak sampai 1 persen.
Hal ini terungkap usai rapat Dewan Pengupahan Kota (DPK), Senin (22/11/2021) lalu. Terdiri dari unsur perwakilan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Samarinda, kalangan pengusaha dalam hal ini Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Samarinda dan perwakilan serikat buruh.
Sayangnya pembahasan yang berlangsung tertutup itu tak bisa dibeberkan secara detail oleh Kepala Disnaker Samarinda Wahyono Hadiputro. Khususnya saat ditanya nominal. Ia mengaku masih harus mengurus rekomendasi ke Disnakertrans Kaltim.
“Hasilnya kami sampaikan ke Wali Kota dulu, untuk meminta persetujuan dari provinsi,” ungkap Wahyono.
Meski ia sendiri memastikan bahwa UMK Samarinda lebih tinggi dari UMP Kaltim, namun naiknya tidak signifikan. Bahkan tidak sampai menyentuh satu persen, dari UMK sebelumnya. Untuk diketahui nilai UMK Samarinda terakhir yang naik pada tahun lalu hanya Rp 3,1 juta. Sehingga masyarakat sudah bisa memprediksi bagaimana upah minimum tahun depan.
“Ya memang tidak banyak, tapi itu sudah disesuaikan dengan aturan,” sebutnya.
Dalam hal ini mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2021 tentang pengupahan sebagai turunan dari UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Sehingga ia memastikan penetapan UMK Samarinda tahun depan sudah disesuaikan dengan formula dalam kedua beleid tersebut.
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa menentukan upah minimum disesuaikan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan, meliputi paritas daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja, dan median upah. Tak heran pihak DPK juga melibatkan Badan Pusat Statistik (BPS) Samarinda. (mr)