DPRD SamarindaPariwara

Dianggap Membebani APBN, BBM Subsidi Dinaikan Jadi Beban Rakyat

Garda.co.id, Samarinda – Belum lama ini pemerintah resmi menaikkan BBM subsidi maupun non subsidi. Hanya saja selama ini 70 persen BBM subsidi selama ini dinikmati oleh kalangan warga yang mampu secara finansial.

Alasan lain di antaranya adalah peningkatan tajam anggaran subsidi dan kompensasi tahun anggaran 2022 dari yang awalnya Rp152,5 triliun menjadi Rp502,4 triliun. Sehingga subsidi BBM yang diberikan dianggap sebagai beban bagi APBN.

Ketua Fraksi PKS DPRD Kota Samarinda Sani Bin Husain mengatakan, APBN merupakan hak seluruh rakyat Indonesia yang semestinya tidak ditahan. Karena hanya akan menambah beban rakyat. Sehingga keputusan untuk menaikan harga BBM bersubsidi itu dianggap salah.

“Bukannya APBN itu ada untuk rakyat, kok sekarang malah yang seharusnya untuk rakyat dikatakan membebani,” ujar Sani, Selasa (6/9/2022)

Angka kenaikan BBM yang termasuk Pertalite dan solar merupakan 79 persen untuk proporsi konsumen. Harga Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter, harga Solar subsidi dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter, dan harga Pertamax dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter. Dengan adanya kenaikan tersebut tentu akan berimbas pada harga naiknya bahan pokok dan daya beli masyatakat.

” Ini BBM naik, terus harga komoditas ikut naik karena biaya akomodasi dan transportasi ikut naik. Akhirnya yang dibebani rakyat lagi,” ungkap Sani.

Dengan menurunnya daya beli masyarakat yang diikuti dengan kenaikan harga kebutuhan. Memicu adanya inflasi yang akan lebih berdampak pada rakyat.

“Inflasi diperkirakan akan mencapai 0.97% sehingga inflasi tahun berjalan bisa mencapai 6,2%. Hal ini akan memukul daya beli masyarakat,” terangnya.

BACA JUGA :  Rusman Meminta Peningkatan Cakupan Iuran BPJS Kesehatan Harus Seimbang dengan Layanan yang Diberikan

Di satu sisi pemerintah juga akan menyalurkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) BBM sebesar Rp12,4 triliun kepada 20,65 juta keluarga. Selain itu Pemerintah juga menyiapkan anggaran sebesar Rp9,6 triliun untuk 16 juta pekerja dengan gaji maksimal Rp3,5 juta. Pemerintah juga memerintahkan kepada pemerintah daerah untuk menggunakan 2% dana transfer umum yaitu sebesar Rp2,17 triliun untuk bantuan angkutan umum, bantuan ojek online, dan untuk nelayan.

Menanggapi hal tersebut Sani mempertanyakan apakah data penerima di derah dan di pusat sudah singkron serta bagaimana mekanisme masyarakat yg masuk kretria penerima bansos tapi tidak dapat. Terjadinya salah sasaran masih bisa terjadi dalam pemberian BLT serta Bansos tersebut menjadi sarana dan rawan penyelewengan (korupsi).

“Kita lihat saja, apakah kebijakan ini untuk rakyat atau tidak, dan malah justru menjadikan alasan dalam menstabilkan APBN, dengan masyarakat sebagai pemikul beban,”tutupnya.(Mr/Adv)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

8 + 2 =

Back to top button