Opini

Saatnya Mahasiswa Kaltim Melawan Money Politic

Oleh: Muhammad Izzatullah

Pelaksanaan tahapan pilkada yang sempat tertunda akibat pandemi kembali dilanjutkan 15 Juni lalu. Terbitnya Perppu Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang. Perppu Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) diteken Presiden Joko Widodo pada 4 Mei 2020 dan PKPU Nomor 5 Tahun 2020 merupakan dasar dilanjutkannya kembali tahapan Pilkada Serentak 2020. Pilkada bukan hanya sekadar ajang pencarian pemimpin daerah tapi ada tahapan yang harus dilalui. Menjalankan demokrasi adalah yang utama.

Mahasiswa sebagai agen of change, social of control, dan iron stock harus mengambil peran penting dalam pilkada kali ini. Karena itu mahasiswa sudah wajib menjadi pengawas partisipatif. Untuk mencegah pelanggaran pilkada sebagaimana yang telah diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Kepala Daerah. Mahasiswa hari ini memiliiki independensi tinggi mereka bergabung di HMI, GMNI, GMKI, PMKRI, LMND, KAMMI, dan lainnya. Sehingga mahasiswa dapat terlibat memperkecil pelanggaran tersebut. Supaya terciptanya proses demokrasi yang baik dan benar. Harapannya mahasiswa jangan sampai menjadi pelaku pelanggaran pilkada.

Pelanggaran yang paling harus diawasi mahasiswa adalah money politic. Karena inilah yang mencederai proses demokrasi. Di sinilah mahasiswa hadir memberikan edukasi demokrasi kepada masyarakat. Supaya tidak tergiur godaan uang walaupun dalam kondisi ini yang paling dibutuhkan adalah keadaan ekonomi. Sebab untuk menentukan pemimpin untuk satu periode tidak dapat dibayar dengan materi berupa uang.

Di Berau, mahasiswa dan pemuda membuat Gerakan Anti Politik Uang (GAPU). Ini menjadi contoh agar mahasiswa termotivasi dalam melakukan fungsinya sebagai social of control.  Akan tetapi, perlu ditekankan pelanggaran pilkada bukan hanya money politic. Tetapi ada juga pelanggaran administrasi dan sengketa. Ini juga perlu diawasi mahasiswa. (*penulis adalah aktivis HMI Komisariat Syariah IAIN Samarinda)

BACA JUGA :  Menakar Kemungkinan Belajar Tatap Muka di Sekolah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

+ 26 = 34

Back to top button