Peringati HUT Kota Samarinda dan Pemkot, Ketua HIPMASKU Kilas Balik Soal Sejarah Perlawanan
Garda.co.id, Samarinda- Ketua Umum Himpunan Pelajaran Mahasiswa Sungai Kunjang (HIPMASKU) Arianto peringati hari jadi Kota Samarinda yang ke-356 tahun dan ke-64 tahun Pemkot Samarinda
Menurutnya, dalam perjalanan ini masyarakat Kota Samarinda tidak boleh tutup mata terkait sejarah panjang terbentuknya Kota Tepian ini.
Hal itu dikarenakan, Kota ini pernah melakukan perlawanan dalam rentang waktu 1945 hingga 1949 terhadap Belanda. Bahkan ada dua strategi perlawanan yang dipakai, yaitu jalur diplomasi dan jalur gerakan bersenjata.
“Aktivitas politik diplomasi dilakukan oleh partai lokal Ikatan Nasional Indonesia (INI) dan Front Nasional, dengan tokoh utamanya Abdoel Moeis Hassan,” ucapnya pada Senin (21/01/24).
Sementara itu, jalur gerakan bersenjata ditempuh oleh para pemuda dengan mendirikan Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI) setelah berkoordinasi dengan rombongan BPRI dari Banjarmasin.
Otoritas pemerintahan Belanda di Samarinda benar-benar berakhir pada 27 Desember 1949 sesuai hasil keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag yang mengharuskan Belanda menyerahkan kekuasaan kepada Republik Indonesia pada tanggal tersebut.
Semua perjalanan itu membuat Samarinda sejak dekade 1960-an dijuluki sebagai “pusat emas hijau”. Predikat ini dilatarbelakangi oleh keadaan alam Samarinda dan sekitarnya yang memiliki hutan belantara sangat luas dengan jenis pepohonan berukuran besar yang cocok untuk bahan bangunan dan industri.
Arianto juga mengingatkan, usia pemkot Samarinda hampir sama umur Pemprov Kaltim. Karenanya, Samarinda sebagai ibukota provinsi juga kota penyangga ibukota negara maka harus melakukan pembenahan diberbagai bidang, terutama terkait hajat orang banyak.
“Harapan ini saya rasa wajar, sama halnya harapan seluruh masyarakat Samarinda. Kota ini harus menjadi kebanggaan bagi semua orang, sesuai dengan julukannya sekarang yaitu Kota Pusat Peradaban” ungkapnya.